29 April 2009

Berani Ikut Undian Berhadiah?

Sebenarnya saya sudah beberapa kali mendengar pendapat bahwa tidak semua undian berhadiah itu diharamkan dalam Islam. Walaupun begitu, sampai saat ini saya tidak pernah ikut serta dalam undian berhadiah. Saya tidak pernah bisa meyakinkan diri saya sendiri bahwa tidak semua undian berhadiah itu haram.

Saya pun mencoba meluangkan waktu untuk mencari tahu lebih lanjut perihal hukum Islam tentang undian. Dengan bermodalkan mesin pencari Google, saya menemukan banyak tulisan tentang hal ini. Sayangnya banyak di antara sumber-sumber itu sebatas duplikat dari sumber lain. Salah satu sumber membagi undian menjadi 3 (tiga) bagian sebagaimana saya kutip di bawah ini.

Satu : Undian Tanpa Syarat
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezhaliman, riba, gharar,penipuan dan selainnya.

Dua : Undian Dengan Syarat Membeli Barang
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : sebagian pereusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti Mobil, HP, Tiket, Biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon atau kartu undian itu dimasukkan kedalam kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : undian jenis ini tidak lepas dua dari dua keadaan :
- Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharomkan dalam syariat Islam.
- Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
1. Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam maisir/qimar yang diharamkan dalam syariat karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar.adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam muámalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupuun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Liqoul Babul Maftuh no.48 soal 1164 dan no.49 soal 1185. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), Syaikh Sholih bin ‘Abdul ’Aziz Alu Asy-Syaikh (dalam muhadhoroh beliau yang berjudul “Al Qimar wa Shuwarihil Muharromah), Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti(Al Fatawa Asyar’iyyah Fi Masail Al Iqtishodiyah, fatwa no.228. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy(dalam fatwa mereka no.102 Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah).
2. Hukumnya adalah haram secara mutlak. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul
’Äziz bin Baz(Fatawa Islamiyah 2/367-368. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah),dan Al-Lajnah Ad-Da’imah(Fatawa Islamiyah 2/366-367. Dengan perantara kitab Al-Hawafidz At-Tijaiyah At-Taswiqiyah), Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.

Tarjih
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Karena tidak hanya adanya tambahan harga pada barang dan dasar maksud pembeli adalah membutuhkan barang tersebut maka ini adalah mu’amalat yang bersih dari Maisitr/Qimar dan ukuran yang menggugurkan alasan pendapat kedua. Dan asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal. Wallahu A’lam.

Tiga: Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya: Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya: Mengirim kupon/kartu undian ketempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh Lain: Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain: Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya: Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. - Beberapa Hukum Berkaitan Dengan Undian

Hasil pemahaman saya terhadap sumber tulisan di atas adalah bahwasanya kunci halal-haramnya undian berhadiah ada pada biaya yang dikeluarkan untuk ikut serta dalam undian itu. Mengeluarkan biaya untuk ikut serta dalam sesuatu yang tidak pasti -bisa untung bisa rugi- seperti undian pada akhirnya diibaratkan seperti gharar, maysir, atau qimar yang diharamkan dalam Islam.

Bila seseorang dengan sengaja mengeluarkan biaya semata-mata untuk ikut undian maka hukumnya haram mengikuti undian tersebut. Kalau seseorang mengeluarkan biaya yang menyebabkan dia berhak ikut undian, seperti dalam hal membeli barang dengan kupon undian, maka dikembalikan kepada niat orang tersebut. Tetap saja kondisi yang paling aman ada pada undian tanpa syarat (biaya).

Kalau memang Anda berkenan untuk mengikuti undian berhadiah, pembagian jenis undian di atas dapat membantu menentukan halal-haramnya undian yang akan diikuti. Yang perlu diingat adalah akan lebih baik bila kita meninggalkan hal-hal yang meragukan dan beralih kepada hal yang tidak meragukan. Kalau kita ragu dengan halal-haramnya undian, maka akan lebih baik kalau kita tidak ikut serta sama sekali dalam undian tersebut.

Referensi:
--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/104402401/76478297/BeraniIkutUndianBerhadiah.html

25 April 2009

Haruskah Kita Terlibat Memilih Pemimpin?

Haruskah kita terlibat memilih para anggota legislatif? Haruskah kita terlibat memilih presiden? Bukankah memilih adalah sebuah hak yang dimiliki oleh setiap manusia merdeka? Bukankah tidak terlibat memilih pemimpin pun merupakan pilihan yang menjadi bagian hak asasi kita sebagai manusia?

Kalau kita melihat dari sudut pandang hak asasi, pertentangan antara pihak yang mendukung golongan putih (memilih untuk tidak terlibat memilih) dengan pihak yang tidak mendukung golongan putih tidak akan pernah selesai. Apalagi dalam sistem pemerintahan demokratis, setiap orang berhak mempertahankan haknya. Lagipula siapa yang bisa memastikan bahwa setiap orang akan ikut memilih kalau metode pemilihannya saja bersifat rahasia.

Bagaimana kalau kita lihat dari sudut pandang dampak pilihan kita? Setiap pilihan tentu membawa dampak sekecil apa pun dampak tersebut. Jadi saat kita memilih orang X untuk memimpin, itu berarti kita memiliki andil terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari kepemimpinan orang X tersebut. Kalau X membawa kebaikan berarti kita turut andil membawa kebaikan. Kalau X membawa keburukan berarti kita turut andil membawa keburukan.

Apakah dengan tidak memilih itu berarti kita terlepas dari dampak tersebut? Jawabannya adalah TIDAK. Saat kita tidak memilih tetap saja ada yang terpilih menjadi pemimpin. Sama seperti kasus di atas, kalau yang terpilih membawa kebaikan berarti kita turut andil membawa kebaikan dan begitu juga sebaliknya.

Lalu kenapa kita harus memilih kalau pada akhirnya sama saja dengan tidak memilih? Saya sendiri mengalami kesulitan untuk membedakan antara keduanya. Keduanya membawa kemungkinan akan dampak positif maupun negatif yang sama. Perihal andil antara memilih dan tidak memilih pun tidak dapat dibedakan secara tegas.

Walaupun begitu, ada pembeda yang dapat saya paparkan. Kita semua tentu akan menimbang terlebih dahulu sebelum menetapkan pilihan. Kita akan mencari siapa yang baik, siapa yang jujur, siapa yang adil, siapa yang dapat dipercaya, siapa yang mampu membuktikan janji, siapa yang dapat membawa kesejahteraan, dan berbagai pertimbangan lain. Dengan mempertimbangkan itu kita berharap dapat memilih pemimpin yang benar, cerdas, dan bertanggung jawab.

Perbedaan yang nyata antara memilih dan tidak memilih bukan pada pertimbangan tersebut. Bisa saja setelah mempertimbangkan justru kita memutuskan untuk tidak memilih. Perbedaan yang nyata adalah usaha kita untuk mencegah terpilihnya pemimpin yang dikhawatirkan membawa keburukan.

Islam mengajarkan bahwa setiap Muslim harus senantiasa mengajak kepada kebaikan DAN mencegah keburukan. Menurut pendapat saya, memilih untuk tidak memilih ibarat berhenti pada tahap mengajak kepada kebaikan. Saat tidak ada lagi calon pemimpin yang benar, tidak memilih sama artinya mengajak kepada kebaikan. Kenapa begitu? Karena dengan tidak memilih bukan berarti tidak ada yang terpilih. Bukan tidak mungkin dengan tidak memilih itu malah berakibat calon pemimpin yang paling buruk yang akan terpilih.

Sementara dengan memilih, kita melakukan kedua-duanya, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan. Walaupun tidak ada lagi calon pemimpin yang benar, kita berusaha untuk memilih calon pemimpin yang terbaik. Dengan begitu kita pun turut andil dalam mencegah terpilihnya calon pemimpin yang lebih buruk dari yang kita pilih.

Paparan saya di atas mencoba mengarahkan bahwa usaha kita dalam mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan akan lebih nyata dengan memilih calon pemimpin yang benar, cerdas, dan bertanggung jawab dan mencegah terpilihnya calon pemimpin yang tidak benar. Memilih untuk tidak memilih justru membuka peluang terpilihnya calon pemimpin yang tidak benar itu.

Terlepas dari semua yang saya sampaikan di atas, saya tidak bermaksud menyalahkan mereka yang tidak memilih. Seperti yang saya sebutkan di awal tulisan ini, memilih untuk tidak memilih adalah hak kita sebagai manusia.

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/101596725/5a4c9371/HaruskahKitaTerlibatMemilihPemimpin.html