Idul Fitri adalah hari yang membahagiakan bagi setiap Muslim yang berpuasa. Bahkan Muslim yang tidak berpuasa pun turut berbahagia merayakan hari yang fitri tersebut. Kenapa mereka berbahagia? Idul Fitri sering disamakan dengan libur yang (cukup) panjang, makanan yang enak, baju yang baru, dan uang tambahan. Menyenangkan, bukan?
Saya tidak bermaksud mempermasalahkan semua yang saya sebutkan di atas. Saat saya masih bekerja sebagai seorang karyawan perusahaan swasta, saya memang merasakan manfaat Idul Fitri di sisi waktu libur dan uang tunjangan. Namun patut disayangkan bila Idul Fitri hanya dilihat dari hal-hal yang fana.
Idul Fitri datang setelah 30 hari penuh tantangan untuk berpuasa menahan lapar, haus, emosi, dan syahwat. Idul Fitri sering diterjemahkan sebagai Hari Kemenangan karena mereka yang merayakan Idul Fitri identik dengan merayakan kemenangan dalam perang abadi melawan nafsu dan syaithan.
Fitri berarti suci yang sering diterjemahkan sebagai hari saat mereka yang berpuasa kembali kepada kesucian. Kesucian yang dipadankan dengan kesucian bayi yang baru lahir. Kesucian yang hakiki sebagai kesempatan untuk memulai kembali perjuangan mengejar pahala dan menjauhi dosa.
Beranjak dari kata "kesempatan" tersebut akhirnya saya merasa bahwa Idul Fitri adalah waktu yang tepat untuk bertaubat. Sebab taubat, selain memiliki makna memohon ampunan dari Allah SWT, juga bermakna mengharapkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan mencegahnya agar tidak terulang kembali.
Bulan Ramadhan ibarat panti rehabilitasi yang dapat saya manfaatkan untuk mengenali kesalahan-kesalahan saya dengan harapan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut. Di panti tersebut saya belajar untuk menahan diri dari yang haram dan yang halal. Di panti tersebut saya belajar untuk menahan dan menyalurkan emosi yang kecil maupun yang besar.
Melewati hari-hari di bulan Ramadhan bukan hal yang mudah. Tapi semua kesulitan itu memang layak untuk dihadapi karena 30 hari penuh pengendalian diri tersebut akan menjadi modal hidup sampai bulan Ramadhan berikutnya. Tanpa adanya bulan Ramadhan, saya justru kesulitan menemukan waktu yang khusus untuk introspeksi diri dan mengembangkan kemampuan saya untuk menahan nafsu dan syahwat.
Idul Fitri merupakan hari yang akbar. Idul Fitri merupakan peristiwa yang berharga. Idul Fitri datang satu tahun sekali. Semoga Idul Fitri dapat saya rayakan sesuai dengan maknanya yang hakiki. Semoga saya dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri berikutnya.
Tulisan ini saya tutup dengan doa.
Semoga saya dan setiap Muslim diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Semoga saya dan setiap Muslim diterima taubatnya. Semoga saya dan setiap Muslim diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah lalu. Semoga saya dan setiap Muslim diberikan kekuatan dan kekuasaan untuk menahan nafsu dan syahwat sehingga dapat menjaga diri dari perbuatan dosa.
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: T/A (Tidak Ada)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.