24 September 2008

Bohong Putih

Bohong Putih (White Lie) merupakan bentuk kebohongan yang secara umum dipandang sebagai kebohongan yang baik atau yang dibenarkan. Umumnya para pelaku bohong putih menjadikan keterpaksaan sebagai alasan utama mereka. Jadi keterpaksaan telah membenarkan kebohongan yang mereka lakukan.

Sebelumnya saya pernah menulis opini saya tentang kejujuran: Jujur Pangkal Baik. Kejujuran memang pangkal kebaikan. Setiap Muslim yang beriman kepada Allah sudah pasti menjadikan kejujuran sebagai bagian dari kepribadian mereka.

"Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat." (HR. Muslim)

Dalam hadits di atas ditegaskan bahwa dusta (bohong) adalah salah satu dari tiga tanda orang munafik. Sementara orang beriman bukan orang munafik sehingga dusta (bohong) bukan bagian dari kepribadian orang beriman.

Lalu apakah setiap Muslim itu tidak boleh berbohong sama sekali? Tidak sesederhana itu.

"Rasulullah Saw membolehkan dusta dalam tiga perkara, yaitu dalam peperangan, dalam rangka mendamaikan antara orang-orang yang bersengketa dan pembicaraan suami kepada istrinya." (HR. Ahmad)

Hadits berikutnya cukup gamblang. Rasulullah Saw memperbolehkan berbohong dalam perang. Bagi saya hal ini mudah dimengerti. Larangan berbohong dalam peperangan akan berujung pada kehancuran pihak yang bersikeras bersikap jujur. Jujur dalam peperangan sangat tidak masuk akal.

Berbohong untuk mendamaikan orang-orang yang bersengketa. Sejauh pengertian saya, yang dimaksud dengan mendamaikan ini adalah meredam api kemarahan yang sedang berkobar. Berdasarkan pengalaman saya, masalah lebih mudah diselesaikan bila api kemarahan sudah padam. Orang-orang yang bersengketa memiliki hati dan pikiran yang tenang sehingga dapat melihat masalah dari sudut pandang yang lebih baik.

Selanjutnya bila dikhawatirkan ucapan suami yang benar dapat berakibat buruk, maka suami boleh berdusta kepada istri untuk memelihara kerukunan. Saya pribadi tidak mengambil pilihan ini karena istri saya tidak suka bila saya berdusta. Jadi pahit manisnya perkataan saya lebih baik disampaikan secara terang-terangan kepada istri saya. Hal ini bersifat subjektif terhadap diri saya sendiri.

Kembali ke topik kita; Bohong Putih. Merujuk kepada hadits kedua yang saya kutip di atas, saya sepakat bila Bohong Putih itu dilakukan atas dasar keterpaksaan. Bohong Putih dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar dari kebohongan itu sendiri.

Sayangnya kata "keterpaksaan" itu sering disalahgunakan. Tapi sebelum saya bicara lebih lanjut mengenai penyalahgunaan tersebut, saya paparkan sedikit persepsi saya mengenai Bohong Putih.

Bohong Putih, menurut saya, bukan kebohongan yang dibenarkan melainkan kebohongan yang dimaafkan. Jadi dalam kondisi apa pun bohong adalah sebuah perbuatan yang salah. Bohong tidak pernah menjadi perbuatan yang benar, tapi dalam kondisi-kondisi tertentu Allah memaafkan dan mengampuni dosa mereka yang berbohong. Kondisi-kondisi tertentu itu antara lain seperti yang Rasulullah perbolehkan dalam hadits kedua yang saya kutip di atas.

Kita perlu tegaskan bahwa bohong adalah perbuatan salah dan akan dimaafkan bila memang bohong itu membawa kebaikan lebih ketimbang tidak bohong. Dengan begitu kita tidak terbuai dengan anggapan bahwa ada bohong yang benar (dibenarkan) sehingga membuat kita lebih berani berbohong.

Terus terang sampai saat ini saya tidak pernah menemukan istilah Bohong Putih dalam terminologi Islam. Bohong ditegaskan sebagai perbuatan yang salah, ciri orang munafik, dan tidak pernah dianjurkan dalam Islam. Islam justru mendorong, bahkan mewajibkan, setiap Muslim untuk senantiasa bersikap jujur.

Kita perlu hati-hati bila menggunakan bohong sebagai solusi alternatif. Jangan sampai kita paksakan alasan "keterpaksaan" padahal kita tidak pernah terpaksa untuk berbohong. Keterpaksaan itu sendiri bersifat subjektif. Jadi bukan tidak mungkin kita membuat-buat alasan seolah-olah kita memang terpaksa padahal hati kita sendiri sadar kita tidak terpaksa berbohong.

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/95609604/b43ca2c5/BohongPutih.html

19 September 2008

Jujur Pangkal Baik

Tidak perlu belajar Islam untuk menyadari betapa pentingnya sebuah kejujuran. Berdasarkan pengalaman hidup saya sampai saat ini, kejujuran adalah pangkal kebaikan. Orang-orang yang hidup dengan jujur adalah orang-orang baik. Tanpa kejujuran sepertinya sulit untuk meraih kebaikan.

Mudah bagi saya untuk mencari contoh. Saya sendiri merasakan dampak kejujuran terhadap hidup saya. Sebelum saya menyadari pentingnya bersikap jujur, saya mudah terjerumus untuk melakukan hal-hal tidak baik. Hal-hal tidak baik ini dapat saya lakukan karena saya mampu berbohong (bersikap tidak jujur). Keberhasilan saya untuk menutupi hal-hal tidak baik yang saya lakukan dengan berbohong membuat saya cenderung untuk mengulangi hal-hal tidak baik yang saya lakukan.

Mencontek mungkin dapat dijadikan contoh dasar. Sampai saya duduk di bangku kelas 3 SMA, mencontek bukan hal tabu. Saya bukan termasuk siswa yang rajin. Umumnya saya mengandalkan contekan untuk menghadapi ujian dalam pelajaran-pelajaran sosial. Saya tidak pernah dipergoki saat saya mencontek jadi saya menjadikan contekan sebagai solusi alternatif untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian.

Saya sendiri tidak ingat kapan pertama kali saya mencontek. Saya yakin saya sudah berkali-kali mencontek saat ujian. Kemampuan saya untuk mencontek dan tidak tertangkap yang membuat saya terus menggunakan contekan. Sikap tidak jujur saya dalam menghadapi ujian justru menjerumuskan saya untuk selalu mencontek. Sikap tidak jujur itu yang membuat saya tidak bisa berhenti mencontek.

Allah Maha Kuasa. Di kelas 3 SMA saya dipergoki mencontek saat ujian pelajaran sejarah. Saya tidak perlu sampaikan cerita rincinya. Intinya peristiwa itu berhasil merubah pandangan saya terhadap mencontek dan bersikap tidak jujur. Satu hal yang pasti, sejak peristiwa itu saya tidak pernah lagi menggunakan contekan di ujian apa pun sampai detik ini. Saya memberanikan diri menerima nilai rendah seandainya saya tidak mempersiapkan diri dengan baik bila menghadapi ujian.

Seingat saya peristiwa itu yang mendorong saya untuk senantiasa bersikap jujur. Bukan hanya pada mencontek, tapi pada berbagai sisi kehidupan saya. Proses perbaikan sikap jujur itu tidak berjalan sekejap mata. Namun saat ini saya bisa bangga pada diri saya sendiri karena saya sudah berusaha semaksimal mungkin menjalani hidup dengan kejujuran.

Kembali kepada topik. Jujur itu pangkal baik. Orang yang jujur akan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari perbuatan tidak baik. Orang jujur yang berbuat tidak baik akan berada pada posisi yang sulit. Kejujuran akan mendorong mereka untuk mengakui perbuatan tidak baik yang mereka lakukan. Oleh karena itu orang jujur akan memilih untuk tidak melakukan perbuatan tidak baik.

Anak yang mengambil uang orang tuanya didasari sikap tidak jujur. Pencurian terjadi akibat sikap tidak jujur. Serah terima uang suap juga didasari sikap tidak jujur. Korupsi yang mengentaskan kesejahteraan pun didasari sikap tidak jujur. Masih banyak contoh perbuatan tidak baik yang tak perlu saya sebutkan. Intinya keberanian untuk bersikap tidak jujur akan mendorong orang untuk melakukan perbuatan tidak baik.

Lalu di mana peran Islam? Ajaran Islam menegaskan bahwa setiap orang yang beriman kepada Allah wajib bersikap jujur. Hal ini saya tangkap dari isi surat Al Maa'idah ayat 8 yang terjemahannya seperti di bawah ini.

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Maa'idah: 8)

Sepengetahuan saya, ayat di atas adalah salah satu dari sekian banyak penegasan mengenai kewajiban bersikap jujur. Khusus untuk ayat ini, saya menyimpulkan kewajiban bersikap jujur dari kewajiban untuk menegakan kebenaran dan keadilan.

Islam yang memperkenalkan saya pada kewajiban untuk bersikap jujur. Melalui sikap jujur ini saya berharap dapat menjadi bagian dari orang-orang yang berbuat baik. Menjadi orang baik merupakan salah satu langkah saya untuk menjadi bagian dari orang-orang yang beriman.

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/95610412/7a884e5/JujurPangkalBaik.html

08 September 2008

Lebih dari Sekedar Shalat, Puasa, dan Zakat

Sepertinya tidak sedikit orang yang melihat Islam sebatas Rukun Islam saja. Jadi tidak sedikit orang yang menganggap Islam hanya dibentuk dari lima hal yaitu mengucap syahadat, melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, dan melaksanakan haji jika mampu.

Sebenarnya masih ada Rukun Iman yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab yang diturunkan Allah, kepada rasul-rasul Allah, kepada hari akhir (kiamat), serta kepada qadha dan qadar. Tapi kelihatannya perhatian terhadap Rukun Iman tidak terlalu besar seperti halnya terhadap Rukun Islam. Terus terang saya sendiri tidak terlalu hafal urutan Rukun Iman.

Sejauh pemahaman saya, keduanya tidak bisa terlepaskan antara satu dan lainnya. Keyakinan sebaiknya direfleksikan dengan amal. Amal itu sendiri merupakan cermin sedalam apa keyakinan seseorang. Mengamalkan Rukun Islam tanpa didasari Rukun Iman pada akhirnya menjadikan Islam berisi pedoman ibadah ritual semata.

Jauh sebelum saya mengenal Islam, saya merupakan bagian dari orang-orang yang (terpaksa) mengamalkan Rukun Islam dan cukup hafal Rukun Iman. Tidak ada satu pun sifat dan perbuatan saya yang mencerminkan bahwa diri saya seorang Muslim kecuali saat saya shalat, puasa, dan membayar zakat. Pada saat itu (hingga saat ini) saya masih belum mampu melaksanakan haji. Saat itu saya menganggap menjadi seorang Muslim memang hanya berarti seorang manusia yang melaksanakan shalat, puasa, dan membayar zakat.

Setelah saya mengenal Islam, saya mulai menyadari bagaimana Islam dapat menjadi rahmat bagi semesta alam. Saya mulai mengetahui bagaimana Islam dapat membawa ketentraman bagi setiap manusia terlepas dari apakah manusia itu Muslim atau bukan Muslim.

Ambil saja contoh sifat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tidak ada satu manusia pun yang luput dari rasa sayangnya. Setiap manusia dijanjikan rezeki yang kenikmatan. Hal ini tentunya terkait dengan beberapa faktor seperti usaha yang dilakukan manusia terkait. Tapi Allah tidak membeda-bedakan dalam memberi rezeki. Tapi kasih-Nya hanya ditujukan pada orang-orang tertentu. Mereka yang beriman kepada diri-Nya dan melakukan amal shaleh yang pantas mendapat kasih-Nya. Salah satu bentuk kasih Allah itu adalah imbalan kenikmatan abadi yang dijanjikan-Nya.

Saat saya belajar dari sifat Allah tersebut, saya menyadari bahwa menjadi seorang Muslim harus berlaku adil tanpa melihat apakah orang lain itu Muslim atau bukan. Tapi rasa kasih seorang Muslim ditujukan terutama kepada sesama Muslim.

Sifat tersebut hampir mirip dengan bagaimana kita menyikapi keluarga. Misalkan anak kita berkelahi dengan anak orang lain. Kita jangan serta merta membela anak kita tanpa mau mendengarkan penjelasan anak orang lain itu. Kalau memang anak kita yang salah, maka kita harus menerima kenyataan itu. Tapi bila anak kita sakit, tentu kita akan mendahulukan pengobatan anak kita walaupun kita tahu ada anak orang lain yang juga sakit.

Masih banyak contoh lain yang bisa saya kemukakan. Tapi sebaiknya saya tuangkan dalam tulisan-tulisan lain. Untuk saat ini saya hanya ingin menekankan persepsi saya bahwa Islam itu lebih dari sekedar shalat, puasa, dan zakat. Islam tidak akan menjadi Islam kalau semua Muslim hanya berhenti di shalat, puasa, dan zakat.

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/95611077/9e2d1855/LebihDariSekedarShalatPuasaDanZakat.html

01 September 2008

Apa itu Islam?

Saya yakin ada lebih dari satu jawaban untuk pertanyaan tersebut. Apalagi setelah tragedi pembajakan beberapa buah pesawat pada tanggal 11 September 2001. Peristiwa itu berujung dengan tabrakan besar pada gedung World Trade Center dan The Pentagon di Amerika Serikat. Sejak peristiwa itu Islam tidak lagi dipandang sebagai sekedar agama. Islam dipandang sebagai doktrin yang mengajarkan kekerasan. Beberapa opini yang terlontar bahkan menyetarakan Islam dengan propaganda Nazi.

Ternyata dunia ini begitu mudah dipengaruhi. Saya akui skenarionya menakjubkan walau mengorbankan banyak nyawa dan merugikan banyak pihak. Ribuan orang mati di tanah Paman Sam pada peristiwa 11 September tersebut. Negara Adidaya tersebut pun menuding salah satu pemeluk Islam sebagai pelakunya. Berbagai media menyuarakan aspirasi tersebut. Akibat nila setitik, rusak susu sebelangga. Islam pun berubah menjadi agama yang kelam.

Kemarahan dunia telah merusak nama baik Islam. Dan semua itu diakibatkan oleh segelintir orang yang diklaim melakukan aksi teroris atas nama Islam. Banyak dari mereka yang marah sepertinya tidak lagi berkenan untuk melihat lebih jauh tentang Islam. Persepsi mereka terhadap Islam akhirnya dibatasi oleh opini umum dan propaganda media.

Salah satu dari berbagai hal yang saya pelajari dari Islam adalah pengendalian diri. Saya belajar untuk senantiasa bersikap jujur, menjaga amarah, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia (bukan hanya dengan sesama Muslim), menahan diri dari melakukan kekerasan, menghargai nyawa manusia, dan berbagai hal lain melalui Islam. Saya tidak pernah melihat Islam sebagai pedoman untuk membunuh manusia yang bukan Muslim. Saya bahkan tidak pernah melihat Islam sebagai ajaran yang mendahulukan kekerasan.

Seiring saya mengenal Islam lebih dalam, saya memang sempat menemukan beberapa ajakan untuk bersikap tegas. Tegas di sini tentunya berbeda dengan keras. Dan sepertinya ajakan untuk bersikap tegas adalah saat Muslim sedang diolok-olok atau dipermainkan. Saat Muslim diserang, saat itu Muslim bertahan atau bahkan balas menyerang. Tapi saya tidak pernah menemukan anjuran untuk membantai orang-orang yang bukan Muslim atau memimpin dengan kekerasan.

Islam sering terlihat brutal karena perilaku orang-orang Muslim itu sendiri. Tapi Islam itu tidak brutal. Orang-orang Muslim bersifat brutal bukan karena mereka memeluk agama Islam. Mereka bersifat brutal karena memang manusia punya sifat dasar untuk bersikap kasar sementara mereka tidak bisa menjadikan Islam sebagai benteng untuk menahan dorongan emosi. Sungguh mengecewakan saat Islam hanya dilihat dari perilaku orang-orang Muslim semata.

Saya sendiri melihat Islam sebagai pedoman hidup. Bagi diri saya Islam bukan sekedar agama yang hanya mengajak saya untuk melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan naik haji jika saya mampu. Bagi diri saya Islam merupakan panduan yang senantiasa saya gunakan dalam menjalani hidup saya sejak bangun pagi sampai tidur malam.

Sampai titik ini, saya tidak merasa diri saya adalah seorang teroris. Hidup saya pun senantiasa fleksibel. Saya tidak merasa diri saya adalah seorang fundamentalis. Islam memang tegas. Tapi ketegasan itu ada tempatnya. Di luar itu yang ditawarkan oleh Islam adalah kemudahan.

Islam adalah pedoman hidup yang baik. Muslim yang tidak memiliki sifat dan sikap yang baik mungkin belum mampu memahami Islam dengan baik sehingga tidak mampu menjadikan Islam sebagai pembawa rahmat bagi hidupnya.

--
Amir Syafrudin

Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/95612440/3ed8d907/ApaItuIslam.html

Tentang Blog Ini

Bertahun-tahun memeluk agama Islam tidak serta-merta menjadikan seseorang mengerti tentang Islam. Apalagi bila orang itu tidak memiliki niat untuk mempelajari lebih jauh tentang Islam. Rendahnya pemahaman terhadap Islam ini yang kerap kali tidak bisa menjadikan Islam sebagai rahmat bagi para pemeluknya. Rendahnya pemahaman ini bahkan dapat menjadikan Islam sebagai beban di mata para pemeluknya.

Blog ini dibuat dengan tujuan memahami Islam. Blog ini berisi aspirasi dan opini seorang awam yang berusaha semaksimal mungkin untuk memahami Islam melalui penalaran yang logis. Blog ini berisi persepsi seorang awam tersebut terhadap berbagai hal yang terkait dengan Islam. Blog ini merupakan catatan perjalanan seorang awam dalam usahanya menggali lebih jauh tentang Islam.

PERHATIAN
Jangan pernah menjadikan blog ini sebagai sumber referensi kecuali bila blog ini mencantumkan rujukan yang jelas. Walaupun demikian tetap disarankan bagi pembaca blog ini untuk mencari rujukan lebih lanjut.