Islam adalah pedoman hidup dan bukan sekedar agama. Islam tidak hanya berurusan dengan ibadah ritual, tapi juga terkait erat dengan kehidupan sosial. Ajarannya yang menyeluruh ini yang menegaskan bahwa Islam bukan sekedar agama yang terpisah dari urusan duniawi. Bila seseorang mengikuti ajaran, maka orang itu memiliki kesempatan untuk mempraktekan apa yang ia pelajari di dalam Masjid dan di tengah-tengah masyarakat.
Islam mengajarkan banyak hal tentang aturan dan tata cara beribadah kepada Allah SWT. Hal ini menjadi penting karena ibadah pada dasarnya ibadah bersifat haram kecuali memang benar-benar diperintahkan oleh Allah dan menjadi sunnah Rasullullah SAW. Islam juga mengajarkan banyak hal tentang hidup bermasyarakat karena pada dasarnya segala sesuatunya dalam hidup bermasyarakat adalah halal kecuali yang dilarang oleh Allah SWT maupun dilarang oleh Rasulullah SAW.
Sungguh sangat disayangkan bila pedoman hidup itu diikuti tanpa keyakinan yang kuat akan kebenarannya. Atas alasan ini saya tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap Muslim (orang yang memeluk Islam) perlu menegaskan kembali keyakinan mereka akan kebenaran Islam.
Penegasan kembali itu dapat dimulai dengan pertanyaan "Kenapa saya memilih Islam?" Untuk selanjutnya kita sendiri harus menjawab pertanyaan ini sesuai dengan keyakinan kita apa adanya. Sebagian orang mungkin menjawab pertanyaan itu dengan "Karena kakek, nenek, ayah, ibu, om, tante, abang, kakak, dan semua keluarga yang saya kenal memeluk Islam."
Sebagian lain mungkin telah mendapatkan kesempatan untuk melihat mukjizat yang membuat mereka yakin bahwa Allah itu ada. Sebagian lain mungkin menegaskan bahwa pilihan mereka pada Islam adalah karena karunia Allah itu sendiri. Sebagian lain mungkin akan memberikan alasan yang jauh berbeda dibanding contoh-contoh tersebut.
Sebagian lain mungkin lebih memilih alasan-alasan yang bersifat ilmiah, yaitu alasan-alasan yang dapat didukung dengan logika berpikir manusia. Alasan-alasan ini mungkin terkait dengan keajaiban-keajaiban yang ditemukan dalam diri manusia itu sendiri atau lewat fenomena-fenomena yang timbul di alam semesta ini.
Variasi dari masing-masing alasan itu pun bisa jadi tidak sedikit. Saya yakin justru terlalu banyak bila harus dibeberkan satu per satu dalam tulisan. Yang perlu diperhatikan sebenarnya bukan bentuk lisan (atau tulisan) dari alasan-alasan itu. Yang perlu diperhatikan adalah sekuat apa fondasi keyakinan yang dibentuk oleh masing-masing alasan tersebut.
Entah itu karena nenek moyang, karena alasan ilmiah, karena mukjizat, karena petunjuk dan karunia Allah, tetap saja yang paling penting adalah kekuatan fondasi keimanan yang dibentuk alasan tersebut. Menganggap alasan yang satu lebih lemah ketimbang alasan yang lain pun sebenarnya tidak layak untuk dilakukan karena kekuatan sebuah alasan terkait erat dengan kondisi orang yang bersangkutan.
Jangan sampai usaha kita untuk menegaskan keimanan ini malah berbalik membuat kita kehilangan pijakan. Setiap manusia memiliki karakteristik kemampuan berpikir masing-masing. Oleh karena itu jangan sampai kita disibukan dengan memikirkan (atau bahkan membuat-buat) alasan-alasan tanpa memikirkan kekuatan fondasi keimanan kita. Fokus kita dalam mempertanyakan keyakinan kita tidak lain untuk memperkuat keyakinan kita itu sendiri.
Tulisan terkait:
Kenapa Anda Memilih Islam?
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/135011822/48de80d4/101AlasanMemilihIslam.html
17 September 2009
10 September 2009
Kenapa Anda Memilih Islam?
Yakinkah kamu akan kebenaran Islam? Apakah kamu yakin bahwa Islam itu agama yang paling benar? Kalau Islam itu memang yang PALING benar, apakah itu artinya agama selain Islam bisa jadi benar, cukup benar, agak benar, atau memiliki derajat kebenaran tersendiri?
Pernahkah kita mempertanyakan Islam yang bertahun-tahun kita anut? Pernahkah kita mempertanyakan kebenaran Allah sebagai Sang Pencipta? Pernahkah kita mempertanyakan kebenaran isi Al Quran dan Al Hadits? Pernahkah kita mempertanyakan keberadaan kita di dunia ini?
Entah berapa tahun kita sudah hidup di dunia ini, seberapa sering kita mempertanyakan kembali segala sesuatu yang kita yakini? Hidup kita sudah diisi oleh rutinitas, kebiasaan, kebudayaan, dan berbagai embel-embel lainnya. Apakah semua itu memang perlu kita lakukan? Yakinkah kita bahwa hidup kita sudah diisi oleh hal-hal yang MEMANG kita yakini sebagai kebenaran?
Kita kembali kepada konteks keimanan. Setiap orang yang beragama tentu mempercayai bahwa agama yang dia peluk adalah agama yang benar -atau paling tidak yang PALING benar. Sayangnya kerap kali fondasi keimanan itu tidak kuat sehingga orang yang beragama itu tidak lagi mengikuti agama yang dia yakini. Kadang orang tersebut dengan mudahnya berpindah agama. Paling tidak tanpa fondasi yang kuat, keimanan seseorang akan mudah goncang akibat pengaruh eksternal.
Apa fondasi keimanan Anda? Apa yang menjadi dasar Anda memilih Islam? Apa yang meyakinkan Anda bahwa Allah adalah Yang Maha Kuasa? Apa yang meyakinkan Anda bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah suri teladan kita? Pernahkah pertanyaan-pertanyaan seperti ini timbul dalam pikiran dan hati Anda?
Wajar memang kalau fondasi keimanan kita tidak jauh dari alasan keturunan dan tradisi. Tidak sedikit orang yang sudah hidup puluhan tahun hanya mengacu pada keturunan atau tradisi semata. Memang sebenarnya masalah ini adalah bagian dari masalah besar pola pendidikan kita, tapi bukan berarti kita harus terus seperti itu sampai kita mati.
Islam memang menuntut kita untuk patuh, tapi kepatuhan itu sepantasnya dikuatkan oleh pemahaman terhadap hal yang harus kita patuhi. Kepatuhan tanpa pemahaman yang cukup (umumnya disebut dengan istilah Taklid Buta) akan berujung pada hasil yang buruk. Taklid buta akan membuat seseorang menjadi keras kepala karena sulit membuka pikirannya untuk menerima pendapat orang lain.
Taklid buta mungkin terlihat sebagai manifestasi dari tingkat kepatuhan yang kuat. Akan tetapi bagian dalam dari kepatuhan yang kuat itu sebenarnya rapuh. Bila dihadapkan dengan kondisi atau argumen yang tepat mengenai bagian rapuh itu, taklid buta menjadi mudah untuk ditumbangkan.
Keberhasilan kita untuk memahami Islam, memahami perintah Allah dalam Al Quran, dan memahami ajaran Rasulullah lewat Hadits akan memperkokoh keimanan kita. Kita memiliki kemampuan untuk mementalkan pertanyaan-pertanyaan yang menggoncang dan pada akhirnya menghancurkan keimanan kita.
Bila datang lagi pertanyaan tentang alasan Anda memilih Islam, Anda tidak lagi ragu dengan jawaban Anda. Keyakinan itu sudah mantap di hati karena Anda tahu dan Anda PAHAM bahwa apa yang Anda yakini itu adalah yang benar dan bukan sekedar yang PALING benar.
Tulisan terkait:
Apa itu Islam?
Lebih dari Sekedar Shalat, Puasa, dan Zakat
Islam Keturunan
Toleransi dalam Islam
Toleransi untuk Tradisi
Toleransi, Bukan Aliansi
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/135008625/9c4c5e47/KenapaAndaMemilihIslam.html
Pernahkah kita mempertanyakan Islam yang bertahun-tahun kita anut? Pernahkah kita mempertanyakan kebenaran Allah sebagai Sang Pencipta? Pernahkah kita mempertanyakan kebenaran isi Al Quran dan Al Hadits? Pernahkah kita mempertanyakan keberadaan kita di dunia ini?
Entah berapa tahun kita sudah hidup di dunia ini, seberapa sering kita mempertanyakan kembali segala sesuatu yang kita yakini? Hidup kita sudah diisi oleh rutinitas, kebiasaan, kebudayaan, dan berbagai embel-embel lainnya. Apakah semua itu memang perlu kita lakukan? Yakinkah kita bahwa hidup kita sudah diisi oleh hal-hal yang MEMANG kita yakini sebagai kebenaran?
Kita kembali kepada konteks keimanan. Setiap orang yang beragama tentu mempercayai bahwa agama yang dia peluk adalah agama yang benar -atau paling tidak yang PALING benar. Sayangnya kerap kali fondasi keimanan itu tidak kuat sehingga orang yang beragama itu tidak lagi mengikuti agama yang dia yakini. Kadang orang tersebut dengan mudahnya berpindah agama. Paling tidak tanpa fondasi yang kuat, keimanan seseorang akan mudah goncang akibat pengaruh eksternal.
Apa fondasi keimanan Anda? Apa yang menjadi dasar Anda memilih Islam? Apa yang meyakinkan Anda bahwa Allah adalah Yang Maha Kuasa? Apa yang meyakinkan Anda bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah suri teladan kita? Pernahkah pertanyaan-pertanyaan seperti ini timbul dalam pikiran dan hati Anda?
Wajar memang kalau fondasi keimanan kita tidak jauh dari alasan keturunan dan tradisi. Tidak sedikit orang yang sudah hidup puluhan tahun hanya mengacu pada keturunan atau tradisi semata. Memang sebenarnya masalah ini adalah bagian dari masalah besar pola pendidikan kita, tapi bukan berarti kita harus terus seperti itu sampai kita mati.
Islam memang menuntut kita untuk patuh, tapi kepatuhan itu sepantasnya dikuatkan oleh pemahaman terhadap hal yang harus kita patuhi. Kepatuhan tanpa pemahaman yang cukup (umumnya disebut dengan istilah Taklid Buta) akan berujung pada hasil yang buruk. Taklid buta akan membuat seseorang menjadi keras kepala karena sulit membuka pikirannya untuk menerima pendapat orang lain.
Taklid buta mungkin terlihat sebagai manifestasi dari tingkat kepatuhan yang kuat. Akan tetapi bagian dalam dari kepatuhan yang kuat itu sebenarnya rapuh. Bila dihadapkan dengan kondisi atau argumen yang tepat mengenai bagian rapuh itu, taklid buta menjadi mudah untuk ditumbangkan.
Keberhasilan kita untuk memahami Islam, memahami perintah Allah dalam Al Quran, dan memahami ajaran Rasulullah lewat Hadits akan memperkokoh keimanan kita. Kita memiliki kemampuan untuk mementalkan pertanyaan-pertanyaan yang menggoncang dan pada akhirnya menghancurkan keimanan kita.
Bila datang lagi pertanyaan tentang alasan Anda memilih Islam, Anda tidak lagi ragu dengan jawaban Anda. Keyakinan itu sudah mantap di hati karena Anda tahu dan Anda PAHAM bahwa apa yang Anda yakini itu adalah yang benar dan bukan sekedar yang PALING benar.
Tulisan terkait:
Apa itu Islam?
Lebih dari Sekedar Shalat, Puasa, dan Zakat
Islam Keturunan
Toleransi dalam Islam
Toleransi untuk Tradisi
Toleransi, Bukan Aliansi
--
Amir Syafrudin
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/135008625/9c4c5e47/KenapaAndaMemilihIslam.html
Langganan:
Postingan (Atom)